Kenaikan PPN 12% Buat Kemiskinan Tetap Terjaga

| PENAMARA . ID

Selasa, 31 Desember 2024 - 09:10 WIB

facebook twitter whatsapp telegram copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon copy

URL berhasil dicopy

Kain rentang berisi kritik kesenjangan ekonomi di Indonesia | Sumber: Social Movement Institute (SMI) via Instagram @socialmovementinstitute

Kain rentang berisi kritik kesenjangan ekonomi di Indonesia | Sumber: Social Movement Institute (SMI) via Instagram @socialmovementinstitute

Oleh: Sagaf Umar Aljufri

PENAMARA.ID – Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, sebagaimana diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tahun 2021, menuai kontroversi di kalangan masyarakat.

Artikel ini mengkaji dampak kebijakan tersebut terhadap masyarakat kecil dan ekonomi secara keseluruhan. Selain itu, membahas alternatif solusi untuk mengurangi potensi beban yang ditanggung oleh rakyat kecil, sekaligus meningkatkan efektivitas kebijakan fiskal pemerintah.

Pajak sebagai instrumen vital dalam pembiayaan pembangunan suatu negara. Namun, implementasi pajak yang tidak mempertimbangkan kemampuan masyarakat berpotensi menciptakan ketimpangan sosial.

Pada tahun 2021, pemerintah Indonesia menetapkan kenaikan PPN menjadi 12%, yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara. Kebijakan yang memicu berbagai pertanyaan, terutama terkait dampaknya terhadap daya beli masyarakat kecil dan stabilitas ekonomi domestik.

  1. Dampak Kenaikan PPN terhadap Konsumsi Masyarakat
    Kenaikan PPN secara langsung meningkatkan harga barang dan jasa. Menurut Eko Listyanto, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), kebijakan ini berpotensi menurunkan daya beli masyarakat. Sebagai negara dengan konsumsi domestik sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi, penurunan daya beli dapat berdampak negatif pada perekonomian nasional.
  2. Dampak terhadap Sektor Industri
    Ahmad Heri Firdaus dari Indef menyoroti bahwa kenaikan PPN juga berimplikasi pada sektor industri. Biaya produksi meningkat seiring dengan kenaikan harga bahan baku, yang berpotensi menurunkan tingkat utilisasi tenaga kerja. Pada akhirnya, masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah, akan menjadi pihak yang paling terdampak.
  3. Paradoks Kesejahteraan
    Kebijakan ini diusung pemerintah dengan alasan menciptakan kesejahteraan rakyat. Namun, implementasi kebijakan yang justru menambah beban rakyat kecil menimbulkan paradoks. Sebagai contoh, masyarakat rentan menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok mereka, sehingga tujuan kesejahteraan justru sulit tercapai.

Solusi dan Rekomendasi

  1. Perluasan Basis Pajak
    Alih-alih membebani kelompok masyarakat yang sudah patuh membayar pajak, pemerintah dapat memperluas basis pajak dengan mengintegrasikan sektor informal. Pendekatan ini dapat meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat kecil.
  2. Efisiensi Belanja Negara
    Pemerintah perlu mengoptimalkan pengelolaan anggaran dengan memangkas proyek-proyek yang tidak produktif dan pemborosan birokrasi. Anggaran negara harus diarahkan secara efisien untuk mendukung program-program yang berdampak langsung bagi masyarakat.
  3. Subsidi bagi Masyarakat Rentan
    Jika kebijakan kenaikan PPN tetap diberlakukan, pemerintah wajib menyediakan subsidi untuk kebutuhan pokok. Program perlindungan sosial, seperti bantuan langsung tunai (BLT), harus diperkuat untuk melindungi kelompok masyarakat rentan dari dampak kenaikan harga.
  4. Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Pajak
    Kebijakan perpajakan harus diiringi dengan transparansi mengenai alokasi dan penggunaan dana yang diperoleh. Dengan demikian, masyarakat dapat memahami manfaat dari kontribusi pajak mereka dan meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintah.

Kenaikan PPN menjadi 12% adalah kebijakan strategis yang memiliki potensi untuk meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga membawa risiko signifikan bagi kesejahteraan masyarakat kecil. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah mitigasi yang tepat agar kebijakan ini tidak menimbulkan dampak negatif yang berkepanjangan.

Pemerintah mesti mempertimbangkan efisiensi belanja negara, perluasan basis pajak, subsidi bagi masyarakat rentan, serta transparansi dalam pengelolaan pajak. Dengan pendekatan yang holistik dan berkeadilan, diharapkan kebijakan ini dapat menjadi jembatan menuju kesejahteraan bersama, bukan jerat yang membebani rakyat.


Artikel Lain : Polemik Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia

Penulis : Sagaf Umar Aljufri

Editor : Topan Bagaskara

Berita Terkait

Republikanisme: Sebuah Filosofis Politik yang dibonsai Oligarki
Makan Bergizi Gratis: Janji Bergizi, Realita Pahit
Mewujudkan Indonesia Emas 2045, Bonus Demografi dan Peran Strategis Daerah Otonomi Baru Tangerang Utara
Luka Demokrasi dari Tangan yang Seharusnya Melindungi
Revolusi Dimulai dari Berhenti Percaya pada Negara.
Anarkisme: Sebuah Jalan Alternatif di Tengah Demokrasi yang Sakit
Demokrasi di bungkam, hukum di kubur & ketika pelindung berubah menjadi penindas
Ketidakwajaran yang Wajar bagi Sang Raja
Berita ini 80 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 15 Oktober 2025 - 12:02 WIB

Republikanisme: Sebuah Filosofis Politik yang dibonsai Oligarki

Senin, 13 Oktober 2025 - 12:25 WIB

Makan Bergizi Gratis: Janji Bergizi, Realita Pahit

Sabtu, 6 September 2025 - 13:43 WIB

Mewujudkan Indonesia Emas 2045, Bonus Demografi dan Peran Strategis Daerah Otonomi Baru Tangerang Utara

Selasa, 2 September 2025 - 00:24 WIB

Luka Demokrasi dari Tangan yang Seharusnya Melindungi

Minggu, 31 Agustus 2025 - 18:25 WIB

Revolusi Dimulai dari Berhenti Percaya pada Negara.

Berita Terbaru