Undang-Undang Tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) pada 20 Maret lalu bertujuan memperjelas peran dan kedudukan TNI dalam struktur negara. Namun, keberadaan UU ini mengundang beragam tanggapan dari publik, baik yang “mendukung” maupun yang menentang.
Isu utama yang muncul tentang sejauh apa peran TNI dalam pemerintahan dan apakah keterlibatan mereka dalam ranah sipil bertentangan dengan prinsip yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, khususnya terkait dengan pemisahan kekuasaan. Maka penting melihat UU TNI dalam perspektif hukum tata negara guna mengetahui dampaknya terhadap struktur pemerintah Indonesia yang demokratis.
Setelah Reformasi 1998, perubahan signifikan dalam struktur pemerintahan Indonesia, termasuk pembatasan peran militer dalam politik dan pemerintahan sipil yang tercermin dalam Pasal 7 UUD 1945 yang menegaskan TNI maupun Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berada di bawah kontrol sipil dan tidak terlibat dalam proses politik. Namun dengan sahnya UU TNI, tentunya TNI terlibat dalam jabatan sipil dimungkinkan terjadi.
Memang sudah banyak kajian permasalahan yang terkandung dalam UU TNI bahkan sebelum disahkan atau masih menjadi Rancangan Undang-Undang dalam berbagai sudut pandang. Mulai dari kajian prinsip dalam UUD 1945 dan apakah dapat mempengaruhi keseimbangan antara kekuasaan eksekutif, legislatif, dan militer dalam sistem pemerintahan Indonesia yang demokratis.
Munculnya TNI dalam Pemerintahan Sipil
UU TNI membolehkan peranan TNI dalam pemerintahan sipil. Salah satu yang terus mendapat kecaman publik adalah kemungkinan anggota TNI menempati jabatan-jabatan tertentu dalam struktur pemerintahan sipil. Dalam perspektif hukum tata negara, hal tersebut bertentangan dengan prinsip pemisahan kekuasaan yang tegas mengharuskan pemisahan antara urusan militer dan pemerintahan sipil.
UUD 1945 meski memberikan peran penting kepada TNI dalam pertahanan negara, tetap mengatur TNI untuk tidak terlibat langsung dalam kebijakan politik atau administrasi negara. Keterlibatan TNI dalam politik merupakan isu sensitif —bahkan untuk dikritik— dalam setiap pembahasannya.
Pasal dalam UU yang memungkinkan TNI berperan lebih aktif dalam kehidupan politik, baik jabatan sipil atau bahkan dalam pengawasan terhadap kebijakan politik pemerintah, berpotensi mengancam stabilitas politik demokratis yang sudah tercipta pasca-reformasi. Dalam perspektif hukum tata negara, prinsip supremasi sipil harus dijaga agar militer tetap ada di bawah supremasi sipil dan tidak mengintervensi proses politik dalam bentuk apapun.
TNI sebagai bagian dari kekuatan pertahanan negara, namun dalam sistem pemerintahan Indonesia, jelas harus tunduk pada kontrol sipil yang digariskan konstitusi. Mengingat sejarah kelam masa lalu yang menunjukkan dominasi militer dalam politik, pemerintah saat ini terang-terangan bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi.
Artikel Lain : Diambang Kebangkitan Orba dan Penghancuran Reformasi
Penulis : Abdur Rahman Amarya
Editor : Redaktur