PENAMARA.ID | Tangerang – Demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa Kota Tangerang, yang tergabung dalam Forum Aksi Mahasiswa (FAM) Tangerang, berlangsung di kawasan Pendidikan Cikokol.
Massa aksi membagikan selebaran di sekitar Halte Taman Gajah Tunggal, menyoroti pelanggaran HAM besar yang terjadi. Dalam orasinya, mereka menyampaikan berbagai tuntutan kepada pemerintah Kabupaten Tangerang.
“Seperti kita ketahui, beberapa tahun ini di Kabupaten Tangerang ada Proyek Strategis Nasional (PSN) yang merujuk pada PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 42 Tahun 2021,” kata Akbar, salah satu massa aksi, pada Jumat siang (13/12/2024).
“Program Strategis Nasional ini merupakan program yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan badan usaha untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” lanjut Akbar.
Akbar menerangkan bahwa meskipun program ini memiliki tujuan mulia, praktik di lapangan sering kali menunjukkan kejanggalan-kejanggalan yang bertentangan dengan tujuan tersebut.
Mewakili suara perempuan, Fina menyoroti isu pelanggaran HAM dalam proyek tersebut. “Perampasan ruang hidup, impunitas hukum, pelanggaran HAM, penghilangan sabuk pangan, hingga korupsi terjadi dalam pelaksanaan proyek besar ini. Lalu, siapa yang bertanggung jawab atas semua itu? Proyek yang seharusnya memberikan manfaat bagi rakyat malah menjadi malapetaka dan bayangan menakutkan bagi banyak orang,” tegasnya.
Fina juga mengangkat tragedi seorang pelajar yang dilarikan ke rumah sakit setelah terlindas truk tanah dari proyek PIK 2. Ia menilai kejadian tersebut sebagai bentuk pelanggaran HAM berat yang harus mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak.
“Perlu kita pahami bahwa PSN ini tidak dianggap legal berdasarkan ketentuan internasional,” lanjut Fina. “Kemungkinan besar, orang-orang yang tinggal di PIK 2 akan dihantui rasa tidak aman selama berabad-abad. Mengapa? Karena ada luka sejarah. Rakyat dipaksa, digusur secara paksa,” pungkasnya.
Ia menutup orasinya dengan nada kritis. “Mungkin ini adalah neraka duniawi yang paling kejam bagi masyarakat. Tidak ada tanah, rakyat kecil ditakut-takuti, sementara mereka sebenarnya memegang kekuasaan tertinggi. Tetapi kenapa mereka terus ditindas mati-matian, padahal mereka orang miskin dan tidak berdaya?” tandas Fina.
Artikel Lain : Polemik Seleksi PPPK Mandailing Natal: Suap Berombongan, Refleksi Integritas
Penulis : Fiqri [Bibir]
Editor : Redaktur