Aksi sekelompok orang yang merazia warung makan di Garut, Jawa Barat, saat bulan Ramadan, menuai sorotan tajam publik. Tindakan yang disertai kekerasan verbal dan fisik tersebut telah memicu kecaman luas, baik dari aparat penegak hukum, pemerintah daerah, maupun organisasi masyarakat keagamaan.
Insiden tersebut terjadi pada Rabu (5/3/2025). Dalam video yang beredar di media sosial, tampak sejumlah pria mendatangi sebuah warung makan dan melakukan aksi intimidatif terhadap pengunjung yang tengah menyantap makanan. Salah satu pria terlihat menggebrak meja dan membuang isi gelas milik pelanggan. Bahkan terdengar suara pecahan gelas saat seorang pria melemparkan barang ke arah warung. Di sisi lain, tampak pula sosok berseragam Satpol PP yang disebut turut hadir di lokasi kejadian.
Satpol PP Garut Klarifikasi
Menanggapi viralnya aksi tersebut, Kepala Satpol PP Kabupaten Garut, Basuki Eko, menyatakan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam razia tersebut. Ia menjelaskan bahwa kehadiran petugas di lokasi semata-mata untuk menjalankan tugas sosialisasi Maklumat Ramadan, bukan untuk melakukan penindakan.
“Kejadian ini terjadi saat kami sedang melakukan patroli sosialisasi. Di tengah jalan, kami berpapasan dengan kelompok massa tersebut. Petugas kami hanya datang untuk melerai situasi, bukan bagian dari aksi razia,” ujar Basuki, Sabtu (8/3/2025).
Ia menambahkan bahwa keterlambatan petugas di lokasi membuat kesan seolah mereka terlibat dalam aksi sweeping. “Mereka menggunakan kendaraan roda empat, sedangkan massa bergerak dengan motor, sehingga tiba belakangan di tempat kejadian,” imbuhnya.
Isi Maklumat Ramadan
Aksi sweeping tersebut diduga berkaitan dengan Maklumat Ramadan yang dikeluarkan oleh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Garut, pada 1 Maret 2025. Maklumat tersebut mengatur berbagai hal terkait ketertiban selama bulan suci, termasuk pembatasan operasional warung makan.
Berikut poin-poin utama dalam maklumat tersebut:
- Larangan menyalakan petasan yang mengganggu kenyamanan ibadah.
- Pembatasan konvoi dan balapan liar, khususnya kegiatan Sahur on The Road.
- Pelarangan praktik penyakit masyarakat seperti premanisme, prostitusi, miras, perjudian, serta peredaran narkoba.
- Penutupan tempat hiburan malam selama Ramadan.
- Larangan penjualan produk kontrasepsi secara terbuka di warung atau toko.
- Pembatasan operasional warung makan, yang diwajibkan tutup pada siang hari dan hanya boleh melayani take away mulai pukul 16.00 WIB.
Masyarakat juga diminta meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi tindak kejahatan, seperti pencurian dan kebakaran, selama bulan puasa.
Bupati Garut Minta Masyarakat Saling Menghormati
Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin, menyayangkan insiden razia yang berujung keributan tersebut. Ia menegaskan pentingnya toleransi dan meminta masyarakat tidak mengambil tindakan sendiri di luar kewenangan hukum.
“Saya sangat menyesalkan kejadian ini. Meski tidak ada korban, tindakan anarkis seperti ini tidak dapat dibenarkan. Masyarakat harus saling menghargai dan menyerahkan penegakan aturan kepada aparat yang berwenang,” ujar Syakur, Minggu (9/3/2025).
Ia juga mengungkapkan bahwa pihak pelaku telah dimintai klarifikasi dan diminta menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.
Polisi Lakukan Penyelidikan
Kapolres Garut, AKBP M. Fajar Gemilang, memastikan pihak kepolisian telah memulai proses penyelidikan terhadap insiden tersebut. Sejumlah saksi dan pihak-pihak terkait, termasuk ormas yang diduga terlibat, telah dipanggil untuk dimintai keterangan.
“Proses penyelidikan sedang berjalan. Kami mendalami dugaan keterlibatan ormas serta kemungkinan unsur pidana dalam peristiwa ini,” ujarnya.
PBNU dan Muhammadiyah Kutuk Tindakan Intoleran
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Saifullah Yusuf atau Gus Ipul, turut mengecam aksi razia tersebut. Menurutnya, tindakan main hakim sendiri tidak mencerminkan semangat toleransi dalam kehidupan berbangsa.
“Razia semacam ini tidak elok dan sangat disayangkan. Indonesia adalah negara yang plural. Jika ada pelanggaran, biarkan aparat yang bertindak sesuai hukum,” kata Gus Ipul, Minggu (9/3/2025).
Ia juga mengingatkan bahwa warung makan tetap diperlukan karena ada kelompok masyarakat yang tidak menjalankan puasa, seperti orang sakit, musafir, perempuan haid, hingga nonmuslim.
Senada dengan PBNU, Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga mengecam aksi kekerasan tersebut. Ketua PP Muhammadiyah, Dadang Kahmad, menegaskan bahwa nasihat tidak seharusnya disampaikan dengan kekerasan.
“Memberi nasihat tidak boleh dengan kekerasan. Itulah ujian berpuasa, menahan amarah. Warung makan pun dibutuhkan oleh mereka yang tidak berpuasa karena alasan syar’i,” ujarnya.
Ia juga mengimbau agar pengelola warung tidak bersikap demonstratif agar tidak menimbulkan gangguan bagi masyarakat yang berpuasa.
Penegakan Hukum dan Edukasi Diharapkan Berjalan Seiring
Insiden ini menjadi refleksi penting bahwa penegakan aturan harus berjalan berdampingan dengan edukasi publik dan penghormatan terhadap keberagaman. Masyarakat diimbau untuk tetap menjaga harmoni sosial selama Ramadan, tanpa mengesampingkan nilai toleransi dan supremasi hukum.