Melawan Kekerasan Seksual dan Budaya Diam di Indonesia

| PENAMARA . ID

Minggu, 20 April 2025 - 04:24 WIB

facebook twitter whatsapp telegram copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi Kekerasan. | Sumber: PhnomPenhPost.com

Ilustrasi Kekerasan. | Sumber: PhnomPenhPost.com

Tajuk Rencana | PENAMARA.ID – Seorang dokter di Rumah Sakit Persada Hospital Malang baru-baru ini ramai dibicarakan, setelah melakukan pelecehan seksual kepada seorang pasien. Korban melapor berdasarkan bukti rekaman CCTV, dan hingga hari ini sudah ada tiga korban lagi yang buka suara.

Tindakan serupa juga terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi DKI Jakarta (DPRD DKI), dan masih dalam penyelidikan untuk mengetahui pelaku adalah anggota Aparatur Sipil Negara (ASN) atau malah pejabat DPRD sendiri — dikuatirkan turut ditutupi-tutupi.

Pada Mei 2024 terungkap anak-anak Panti Asuhan Darussalam An’nur di Kota Tangerang, mengalami kekerasan seksual yang pelakunya tak lain merupakan pendiri yayasan bersama para pengasuh dari panti tersebut. Nahas, kejadian tersebut sudah berlangsung selama 18 tahun, sejak 2006.

Bahkan ada kasus yang terungkap setelah Kepolisian Australia menemukan video kekerasan seksual yang dilakukan mantap Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma. Tindakan biadabnya mesti dialami oleh anak-anak berusia 6, 13, dan 16 tahun, sampai dewasa umur 20 tahun.

Lebih keji lagi, tindakan itu dimuat pada sebuah situs pornografi di Australia. Direktorat Reserse Kriminal Polda Nusa Tenggara Timur dalam penyelidikan juga menemukan delapan CD (compact disc) yang disimpan oleh Fajar, dan entah kenapa para korban masih perlu di visum — alasan demi tambahan bukti.

Melawan Kekerasan Seksual
Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berdasarkan waktu kejadian. | Direkam terakhir tanggal 20/4/2025 (kekerasan.kemenpppa.go.id)

Berdasarkan sajian data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), dari tahun 2020 ke 2023 terdapat rata-rata kenaikan jumlah kasus sebesar 9%, dan naik 1,4% (393 kasus) ditahun 2024, atau dalam 5 tahun terakhir terjadi laju kenaikan kasus (rate of increase) sebesar 7%.

Seperti uraian pada beberapa kasus diatas, sebagian besar dimulai dengan “speak up”, dan tak mudah bagi korban untuk mengungkapkan pengalaman mereka. Di Indonesia sendiri stigma sosial, budaya, dan minim perlindungan hukum membuat banyak korban enggan berbicara.

Perempuan sering dicap “tidak menjaga diri”, sementara laki-laki dianggap lemah tidak jantan; proses hukum sering berbelit, dengan pelaku yang bisa berasal dari aparat penegak hukum, seperti Fajar Widyadharma; atau malah melibatkan institusi kemanusiaan, seperti pengasuh Panti Asuhan Darussalam An’nur.

Pencegahan dianggap sederhana, cukup dengan membuat negesi pada persoalan diatas, sebagaimana saran dari berbagai lembaga internasional dan nasional, mulai dari edukasi literasi hingga visual. Tetapi kita harusnya melihat ini sebagai persoalan fundamental — kemanusiaan — yang tidak hanya asal membuat saran.

Melawan Kekerasan Seksual
Ilustrasi pencegahan Kekerasan Seksual di Kampus | Sumber: unpar.ac.id

Bukan berarti edukasi tidak berarti, itu sangat berarti sehingga mampu menyelamatkan ribuan korban dari ribuan kasus setiap tahun di Indonesia. Namun, atas data yang disajikan KemenPPPA hanya sejumlah kasus yang dilaporkan, sedangkan:

Menurut Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasioan (SPHPN) tahun 2024 menunjukkan ada 1 dari 4 perempuan di Indonesia yang mengalami kekerasan fisik atau seksual semasa hidupnya, atau dari 139 juta penduduk perempuan ada 34,9 juta (25%) korban perempuan.

Selain dengan upaya mendorong pelaporan kasus dan mengukung para korban, serta memberikan hukuman menjerahkan bagi pelaku-pelaku yang “bersembuyi”. Fenomena gunung es ini perlu diamati, apa yang menciptakan mereka sebagai “pelaku” — yang pasti kurangnya pendidikan menghormati perempuan atau edukasi serupa sejak kecil.

Secepatnya para guru untuk dibekali berbagai pengetahuan, pelatihan, serta berbagai saran penunjang agar tidak menciptakan gunung es yang baru. Para orang tua memperhatikan orang tua yang lain agar tidak membuat “pelaku” baru di masa depan. Saatnya negara dan masyarakat sadar dan mulai bertindak — dari ruang kelas sampai ruang sidang.

Artikel terkait dapat anda baca pada tag:

   #Kekerasan Seksual

   #Pelecehan Seksual

Penulis : Devis Mamesah

Editor : Nurawaliah Ramadhani

Berita Terkait

Perampasan Aset, Jerat atau Alat Penyalahgunaan Hukum?
Segregasi Aktivis di Indonesia
Stagnansi Pemberantasan Korupsi
Reforma Agraria dan Proyek Strategis Nasional
Kontroversi dan Harapan Masyarakat di Pemerintahan Prabowo
Berita ini 114 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 27 Mei 2025 - 11:47 WIB

Segregasi Aktivis di Indonesia

Minggu, 20 April 2025 - 04:24 WIB

Melawan Kekerasan Seksual dan Budaya Diam di Indonesia

Sabtu, 22 Maret 2025 - 11:33 WIB

Stagnansi Pemberantasan Korupsi

Selasa, 18 Februari 2025 - 15:52 WIB

Reforma Agraria dan Proyek Strategis Nasional

Minggu, 19 Januari 2025 - 16:36 WIB

Kontroversi dan Harapan Masyarakat di Pemerintahan Prabowo

Berita Terbaru

Gambar: Idam, Kader DPC GMNI Bombana

Sulawesi

Rapa Dara dan Bombana; Sebuah Pengaburan Identitas

Selasa, 30 Sep 2025 - 09:51 WIB

Gambar: Unsplash

Esai

Mengenal Diri atau Sekadar Membuat Cerita?

Minggu, 28 Sep 2025 - 14:12 WIB

08/11/2018 - Kraków, małopolskie / Poland: Fuel pump on the Shell gas station - night view

Nasional

Krisis BBM Swasta; Rapuhnya Sistem Pengelolaan Energi Kita

Minggu, 28 Sep 2025 - 13:55 WIB