Catatan Perjalanan Istimewa Ziarah di Makam Proklamator Kemerdekaan, Ir. Soekarno

| PENAMARA . ID

Kamis, 30 Oktober 2025 - 21:39 WIB

facebook twitter whatsapp telegram copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon copy

URL berhasil dicopy

Memang serasa tidak ada hal yang istimewa untuk hari Jumat, tanggal 24 Oktober 2025. Namun untuk Bung Karno, Presiden Republik Indonesia pertama sekaligus Proklamator Kemerdekaan 17 Agustus 1945, merupakan sebuah hari yang istimewa — yang menurut penanggalan Jawa, merupakan salah satu hari yang sakral.

Dalam kalender Jawa merupakan hari pasaran Kliwon dengan Weton Sabtu Kliwon. Jumlah neptu 17, tanggal 3 Jumadiawal 1959 Dal atau tanggal Hijriah 3 Jumadil Awal 1447 Hijriah. “Ternyata ini hari yang istimewa dalam penanggalan Jawa,” tutur Prof Ganjar Razuni, salah satu pengurus DPP PA GMNI.

Semesta seperti bergerak mengarahkan arah waktu perjalanan, rombongan kami sampai ke Blitar pada Jumat malam menjelang waktu Sholat Isya. Dalam hitungan Jawa, Jumat malam itu sudah masuk dalam wilayah kosmologi Sabtu Kliwon, salah satu hari istimewa dan sakral tadi.

Apa yang dialami rombongan, makin menebalkan pada keyakinan, bahwa semua yang berhubungan dengan Bung Karno, memang menjadi terasa istimewa, baik kebetulan maupun tidak. Maka Jumat malam yang masuk wilayah Sabtu Kliwon, kami semua menziarahi Makam Bung Karno di Jalan Ir Soekarno Nomor 152, Kelurahan Bondogerit, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, Jawa Timur.

Kami adalah rombongan para aktifis serta anggota Dewan Pengurus Pusat Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional atau DPP PA GmnI. Tiba-tiba seperti ada yang menyatukan kesadaran kami untuk sampai pada satu kesepakatan dan agenda, berziarah ke Makam Bung Karno di Kota Blitar.

Seperti ada yang mengingatkan. Tiba-tiba kami kepikiran untuk ziarah ke Makam Bung Karno,” tutur Abdy Yuhana, Sekjen DPP PA GMNI
Setelah itu kontak satu sama lain, kemudian menghubungi Pak Sis. Gayung bersambut, rencana kami disambut antusias Pak Sis,” ujarnya.

Di Makam Bung Karno Kami berdoa bersama, menundukan kepala, hati dan pikiran di depan makam seorang tokoh dan sosok yang terbesar dalam sejarah Indonesia modern. Menengadahkan tangan ke Tuhan, memohon keselamatan dan segala kebaikan akhirat kepada Bung Karno, dan tentu saja mendoakan keselamatan dan kejayaan Indonesia, lalu menutup doa dengan menebar bunga-bunga di atas pusarannya yang selalu beraroma wangi kembang tujuh rupa.

Pak Sis adalah pemimpin rombongan kami, dari PA GmnI yang menyempatkan waktu untuk satu agenda istimewa, berkunjung dan berziarah ke makam Bung Karno di Kota Blitar.

“Satu hal yang tak boleh lupa, kita mesti harus selalu menghormati dan menghargai Bung Karno. Tokoh paling determinan dalam sejarah kemerdekaan dan Indonesia modern,” tutur Pak Sis usai menaburkan kembang di atas pusaran makam.

Pak Sis, demikian, rombongan memanggil akrab namanya. Ia tokoh nasional yang cukup populer dan dikenal luas dalam lanskap sejarah Indonesia kontemporer.

Dr (HC) Ir. Siswono Yudho Husodo. Namanya melekat pada generasi tahun 80an, sebagai salah satu menteri pada Kabinet Pembangunan di era Presiden RI kedua, Soeharto.

Ia dikenal sebagai teknorat, pebisnis dan profesional yang aktif dalam politik. Bahkan namanya ada dalam momen-momen penting perjalanan sejarah modern Indonesia.

Misalnya saat memasuki masa reformasi, Siswono pernah mencalonkan diri sebagai wakil presiden bersama Amien Rais sebagai calon presiden pada Pemilihan Presiden 2005, pemilihan presiden pertama dalam sejarah politik Indonesia yang melalui mekanisme secara langsung, one man one vote.

Di masa Soeharto atau era Orde Baru, Pak Sis dua kali menjabat sebagai anggota Menteri pada Kabinet Pembangunan. Menteri Negara Perumahan Rakyat pada 1988 – 1993, kemudian menjadi Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan tahun 1993-1998.

Masyarakat, terutama dari generasi 80an, lebih mengingat Pak Sis yang kini berusia 82 tahun sejak kelahirannya di Long Iram, Kutai Barat, Kalimantan Timur, sebagai Menteri Perumahan Rakyat (Menpera).

Meski kelahiran Kalimantan, namun ia lahir dari keluarga Jawa, daerah Kebumen, Jawa Tengah selatan, masih masuk wilayah geo sub kultur Jawa Banyumas.

Masa kecilnya dihabiskan di Kendal, Jawa Tengah utara sebelum akhirnya di Jakarta, sampai hari ini di usianya yang ke 82 tahun.
Selain kesibukannya menekuni dunia bisnis dan aktifitas sosial, Pak Sis juga aktif di dunia Pendidikan. Kini menjabat sebagai Ketua Pembina Yayasan dan Pembina Universitas Pancasila (YPPUP).

Penulis : April Julianus Daeli

Editor : Redaktur

Berita Terkait

Jika Soeharto Pahlawan, Maka Jutaan Rakyat yang Menggulingkannya Adalah Penjahat di Mata Negara
Sumpah Pemuda, Tugas Baru Membebaskan Pikiran Bangsa.
Abuse of Power: Legalisasi Represifitas Aparat
Republikanisme: Sebuah Filosofis Politik yang dibonsai Oligarki
Makan Bergizi Gratis: Janji Bergizi, Realita Pahit
Mewujudkan Indonesia Emas 2045, Bonus Demografi dan Peran Strategis Daerah Otonomi Baru Tangerang Utara
Luka Demokrasi dari Tangan yang Seharusnya Melindungi
Revolusi Dimulai dari Berhenti Percaya pada Negara.
Berita ini 64 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 7 November 2025 - 01:22 WIB

Jika Soeharto Pahlawan, Maka Jutaan Rakyat yang Menggulingkannya Adalah Penjahat di Mata Negara

Kamis, 30 Oktober 2025 - 21:39 WIB

Catatan Perjalanan Istimewa Ziarah di Makam Proklamator Kemerdekaan, Ir. Soekarno

Rabu, 29 Oktober 2025 - 00:21 WIB

Sumpah Pemuda, Tugas Baru Membebaskan Pikiran Bangsa.

Selasa, 28 Oktober 2025 - 18:33 WIB

Abuse of Power: Legalisasi Represifitas Aparat

Rabu, 15 Oktober 2025 - 12:02 WIB

Republikanisme: Sebuah Filosofis Politik yang dibonsai Oligarki

Berita Terbaru