Gustavo Petro dan Keberanian Diplomasi: Antara Solidaritas dan Risiko

| PENAMARA . ID

Jumat, 10 Oktober 2025 - 00:13 WIB

facebook twitter whatsapp telegram copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon copy

URL berhasil dicopy

Newly elected Colombian President Gustavo Petro (L) and his running mate Francia Marquez  celebrate at the Movistar Arena in Bogota, on June 19, 2022 after winning the presidential runoff election on June 19, 2022.  Ex-guerrilla Gustavo Petro was on Sunday elected the first ever left-wing president of crisis-wracked Colombia after beating millionaire businessman rival Rodolfo Hernandez after a tense and unpredictable election. (Photo by Juan BARRETO / AFP)

Newly elected Colombian President Gustavo Petro (L) and his running mate Francia Marquez celebrate at the Movistar Arena in Bogota, on June 19, 2022 after winning the presidential runoff election on June 19, 2022. Ex-guerrilla Gustavo Petro was on Sunday elected the first ever left-wing president of crisis-wracked Colombia after beating millionaire businessman rival Rodolfo Hernandez after a tense and unpredictable election. (Photo by Juan BARRETO / AFP)

PENAMARA.id — Presiden Kolombia, Gustavo Petro, pada 1 Oktober 2025 mengambil langkah mengejutkan dengan mengusir seluruh diplomat Israel dari negaranya. Keputusan ini bukan sekadar urusan diplomasi biasa, tetapi bentuk sikap tegas yang jarang ditunjukkan pemimpin dunia terhadap Israel. Penyebabnya berawal ketika dua aktivis perempuan asal Kolombia ikut dalam armada kemanusiaan Global Sumud Flotilla menuju Gaza. Armada itu dicegat oleh Israel, dan kedua aktivis ditahan. Hal tersebut membuat Petro marah dan akhirnya memutuskan untuk mengusir perwakilan Israel dari Kolombia.

 

Keberanian Moral di Tengah Ketidakadilan

Dilihat dari sisi moral, keputusan Petro menunjukkan keberanian yang luar biasa. Selama ini, isu Palestina sering jadi ajang tarik-menarik kepentingan dunia. Banyak negara hanya bersuara, tapi jarang yang benar-benar bertindak nyata. Petro justru menempatkan Kolombia pada posisi berbeda: tidak sekadar berbicara, tapi berani melawan arus diplomasi global yang biasanya lebih mementingkan hubungan ekonomi dan politik daripada solidaritas kemanusiaan.

Dengan mengusir diplomat Israel, Petro ingin menegaskan bahwa Kolombia peduli pada penderitaan rakyat Palestina. Ia juga ingin menunjukkan bahwa kedaulatan negara berarti punya hak untuk mengambil sikap berdasarkan nilai kemanusiaan, bukan hanya karena tekanan politik internasional.

 

Risiko Politik dan Diplomasi

Tentu saja keputusan ini tidak lepas dari risiko. Israel bukanlah negara biasa, karena posisinya cukup kuat di dunia internasional. Menjalin atau memutus hubungan dengan Israel juga berarti berhubungan dengan negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat yang menjadi sekutu utamanya. Bagi Kolombia, yang masih membutuhkan kerja sama dagang dan keamanan dengan negara-negara tersebut, langkah Petro bisa membawa dampak besar ke depan.

Secara ekonomi, Kolombia mungkin menghadapi hambatan perdagangan atau berkurangnya investasi. Dari sisi diplomasi, keputusan ini bisa membuat hubungan Kolombia renggang dengan negara-negara yang mendukung Israel maupun yang memilih tetap netral. Dengan kata lain, Petro bukan hanya mempertaruhkan hubungan dengan Israel, tetapi juga posisi Kolombia dalam hubungan internasional secara lebih luas.

 

Politik Dalam Negeri dan Citra Internasional

Di dalam negeri, keputusan ini bisa memicu pro dan kontra. Sebagian orang mendukung penuh langkah Petro karena dianggap sebagai keberanian dalam membela nilai kemanusiaan. Namun, ada juga yang khawatir tindakan ini justru bisa merugikan rakyat Kolombia sendiri, misalnya dari sisi ekonomi atau hubungan luar negeri.

Meski begitu, di mata dunia, Petro berhasil membuat Kolombia dikenal sebagai negara yang berani bersuara keras terhadap kebijakan Israel. Sikap seperti ini jarang muncul, apalagi dari negara-negara Amerika Latin. Karena itu, Petro bisa dipandang sebagai simbol keberanian politik, meskipun langkahnya penuh risiko. Sekali lagi, Gustavo Petro dan keberanian diplomasinya menarik solidaritas.

 

Solidaritas yang Harus Diikuti dengan Strategi

Menurut saya, keputusan Petro layak dihargai sebagai bentuk solidaritas nyata. Namun, keberanian moral perlu dibarengi dengan strategi yang matang. Kolombia harus memastikan dukungan terhadap Palestina tidak berhenti hanya pada simbol pengusiran diplomat, tetapi juga diwujudkan lewat langkah nyata, seperti memperjuangkan Palestina di forum internasional atau memberikan bantuan kemanusiaan yang berkesinambungan.

Selain itu, Petro juga perlu mempertimbangkan dampak di dalam negeri. Keberanian politik akan lebih kuat jika rakyat Kolombia merasa bahwa keputusan ini bukan sekadar aksi simbolis yang merugikan, melainkan langkah yang memberi arti bagi posisi Kolombia di dunia. Misalnya, dengan membangun kerja sama dengan negara-negara yang memiliki sikap serupa, agar Kolombia tidak berjuang sendirian.Pada akhirnya, keputusan Gustavo Petro untuk mengusir Israel dari Kolombia adalah langkah diplomasi yang berani, penuh risiko, tapi juga sarat makna moral. Ia menunjukkan bahwa masih ada pemimpin dunia yang tidak takut mengambil sikap tegas meski konsekuensinya besar.

Hal ini menjadi pengingat bahwa diplomasi bukan sekadar soal menjaga hubungan antarnegara, tetapi juga soal keberanian moral untuk membela nilai-nilai kemanusiaan. Namun agar keberanian itu benar-benar bermanfaat, Petro perlu bisa menyeimbangkan antara solidaritas dan strategi. Dengan cara itu, Kolombia bisa tampil bukan hanya sebagai negara yang berani bersuara, tetapi juga sebagai negara yang cerdas dalam melindungi kepentingan rakyatnya sekaligus membela kemanusiaan di tingkat global.


Baca Lagi soal Amerika Latin: Che Guevara: Dari Perjalanan Seorang Dokter hingga Revolusioner Dunia

 

Penulis : Sausan Dwiyani

Editor : Redaktur

Berita Terkait

Ketergantungan Negara terhadap Investasi Asing
Jalan sempit Greenback untuk BRICS
NATO, Putin-Jinping, dan Trump 2.0
AS dengan Trump yang Agresif, Bagaimana Indonesia Bersikap?
Muncul ‘Keyakinan’ Baru di Barat, Krisis Spiritual untuk Meninggalkan Agama?
Prabowo dan MBZ Sepakat Perkuat Hubungan Bilateral Indonesia-UEA
Prabowo-Starmer Sepakati Kemitraan Strategis Baru Indonesia-Inggris yang Membahas Krisis Timur Tengah
Prabowo Dukung Agenda Global Selatan di KTT G20 Brasil
Berita ini 58 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 10 Oktober 2025 - 00:13 WIB

Gustavo Petro dan Keberanian Diplomasi: Antara Solidaritas dan Risiko

Rabu, 14 Mei 2025 - 03:16 WIB

Ketergantungan Negara terhadap Investasi Asing

Rabu, 2 April 2025 - 10:35 WIB

Jalan sempit Greenback untuk BRICS

Sabtu, 1 Februari 2025 - 21:43 WIB

NATO, Putin-Jinping, dan Trump 2.0

Kamis, 23 Januari 2025 - 21:04 WIB

AS dengan Trump yang Agresif, Bagaimana Indonesia Bersikap?

Berita Terbaru